Jumat, 03 Juni 2016

KAJIAN TOKOH MUHAMMAD ABDUH



Kelompok 14

MAKALAH
KAJIAN TOKOH MUHAMMAD ABDUH
Dosen : Drs.H.Mukti Sy,M.Ag

 







Kelompok:
Nanang Efendi    1511010319
Okta Hardianti   1511010334
Zikron Hafiz       1511010404


FAKULTAS TARBIYAH & KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
BANDAR LAMPUNG
201
5/2016


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah tepat pada waktunya. Sholawat serta salam selalu terlimpahkan kepada junjungan agung nabi Muhammad SAW, berserta keluarga, sahabat dan kita umumnya. Amin
 Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.






Bandar Lampung,  Maret  2016
                                                                                                   Penyusun




Daftar Isi
Bab I  Pendahuluan .......................................................................................................... 1
A.    Latar Belakang........................................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................................... 1
Bab II Pembahasan .......................................................................................................... 2
A.    Riwayat Hidup Muhammad Abduh...................................................................... 2
B.     Pemikiran- Pemikiran Muhammad Abduh.......................................................... 3
1.      Kedudukan Akal Dan Fungsi Wahyu............................................................ 3
2.      Kebebasan Manusia Dan Fatalisme............................................................... 5
3.      Sifat- Sifat Tuhan.............................................................................................. 6
4.      Kehendak Mutlak Tuhan................................................................................. 6
5.      Keadilan Tuhan................................................................................................. 6
6.      Antropomortisme.............................................................................................. 6
7.      Melihat Tuhan................................................................................................... 7
8.      Perbuatan Tuhan............................................................................................... 7
C.     Ide- Ide Pembaruan Muhammad Abduh.............................................................. 7
1.      Jumud ( Faktor Utama Kemunduran Umat Islam)....................................... 7
2.      Pembaruan Abduh Masalah Ijtihad................................................................ 8
3.      Pembaruan Abduh Dalam Bidang Pengetahuan Islam(Pendidikan)                      10
4.      Pembaruan Dalam Bidang Keluarga Dan Wanita........................................ 13
Bab III Penutup ................................................................................................................. 15
A.    Kesimpulan.............................................................................................................. 15
Daftar Pustaka                   
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Sebagai produk pemikiran manusia,  wacana-wacana yang dihasilkan oleh aliran kalam, seperti halnya aliran pemikiran keislaman lainnya memiliki titik kelemahan dan perlu mendapat kritikan yang memadai dan konstruktif. Diskursus ketuhanan yang tidak menyentuh persoalan-persoalan riil manusia yang kurang mendapat perhatian dari ilmu kalam merupakan titik kelemahan yang banyak disorot.

Berbincang kelemahan ilmu kalam paling tidak terdapat tiga hal yang pelu di koreksi, diantaranya  kritik epistemologi yang berkisar pada cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al Qur’an.

Selain aspek epistemologi, kritikan juga jatuh pada aspek Ontologi ilmu kalam yang hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang berkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan manusia. Sedangkan kritik aspek Askiologi menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat kebenaran yang tidak menyentuh pada ranah empiris.

B.     Rumusan Masalah
a.       Siapakah muhammad abduh ?
b.      Bagaimana pandangan pemikiran- pemikiran ilmu kalam menurut muhammad abduh ?
c.       Apakah saja ide – ide pembaruan muhammad abduh ?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat Muhammad Abduh
Sekh muammad abduh  nama lengkapnya muhammad bin abduh bin hasan khairullah dilahirkan di didesa mahallat nashr kabupaten al- buhairah, mesir, pada tahun 1849 M. Ia bukan berasal dari keturunan yang kaya dan bukan pula keturunan bangsawan. Namun demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan. Kekerasan yang diterapkan penguasa-penguasa muhammad ali dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah- pindah tempat untuk menghindarinya.
Mula – mula abduh dikirim ayahnya ke masjid Al-ahmadi tantabelakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al- Azhar. Namun sistem pengajar di sana sangat menjengkelkan sehingga setelah dua tahun disana, ia memutusskan untuk kembali kedesanya dan berani seperti saudara- saudara serta kerabatnya. Ketika kembali ke desanya ia dikawinkan. Pada saat itu berumur 16 tahun. Semula ia bersikeras untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi ia kembali belajar atas dorongan pamannya, syekh darwish, yang banyak mempengaruhi kehidupan abduh sebelum bertemu dengan jamaluddin al-afghani. Atas jasanya itu, abduh berkata,” ia telah membebaskanku dari penjara kebodohan dan memimbingku menuju ilmu pengetahuan “
Setelah menyelesaikan studinya dibawah bimbingan pamannya, abduh melanjutkan studi di Al- Azhar pada bulan februari 1866. Tahun 1871, jamaluddin al – afghani tiba di mesir. Ketika itu abduh masih menjadi mahasiswa Al- Azhar menyabut kedatangannya. Ia slalu menghadiri pertemuan- pertemuan ilmiahnya dan ia pun menjadi murid kesayangan Al- afghani. Al afghani pulalah yang mendorong abdl aktif menulis dalam bidang sosial dan politik. Artikel – artikel pembaharuaanya banyak dimuat pada surat kabar Al- Ahram di kairo.
Setelah menyelesaikan studinya di Al- azhar pada tahun 1877 dengan gelar alim. Abduh mulai mengajar di Al- azhar, di Dar Al- ulum dan dirumahnya sendiri. Ketika al- afgahani di usir dari mesir pada tahun 1879 karena dituduh dengan mengadakan gerakan perlawanan terhadap khedewi taufiq, abduh juga dituduh ikut campur didalamnya. Ia dibuang keluar kota kairo.namun pada tahun 1880 ia diperbolehkan kembali ke ibu kota, kemudian di angkat  menjadi redaktur surat kabar resmi pemerintahan mesir, Al- waqa’i al- mishriyyah. Pada waktu itu kesadaran nasional mesir mulai tampak dan dibawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu memuat artikel – aartikel tentang urgenitas nasional mesir, di samping berita- berita resmi.
Setelah revolusi urabi 1882 ( yang berakhir kegagalan ) abduh ketikka itu masih memimpin surat kabar Al- waqa`i dituduh terlibat dalam revolusi besar tersebut sehingga pemerintah mesir memutuskan untuk mengasingkan selama tiga tahun dengan memberikaan hak kepadanya untuk memilih tempat pengasingannya, dan abduh memilih suriah. Di negeri ini, ia menetapkan selama setahun. Kemudian ia menyusul gurunya, al – afghani, yng ketika itu berada di paris. Di sana mereka menerbitkan surat kabar Al-Urwah Al- wutsqa,yang bertujuan mendirikan pan – islam menentang penjajahan barat, khususnya inggris. Tahun 1885 Abduh diutus oleh surat kabar tersebut ke inggris untuk menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat mesir. Tahun 1899 Abduh diangkat menjadi mufti mesir.kedudukan tingi itu dipegangnya sampai ia meningga dunia tahun 1905
B.     Pemikiran Pemikiran Kalam Muhammad Abduh
1.      Kedudukan akal dan fungsi wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran abduh, sebagaimana diakui sendir, yaitu
a.       Membebaskan akal pikiran dari belenggu- belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana haknya salaf al- ummah (ulama sebelum abad ke -3 hijriah ) sebelum timbulnya perpecahan ;yakni memahami langsung  dari sumber pokoknya, Al-qur’an.
b.      Memperbaiki gaya bahasa arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi dikantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.
Dua persoalan pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan umat islam pada masanya. Sebagaimana dijelaskan Sayyid Qutub, kondisi umat islam saat itu dapat digambarkan sebagai “ suatu masyarakat yang beku, kaku;menutup rapat-rapat pintu ijtihad;mengabaikan peranan akal dalam memahami syariat Allah atau meng-instinbat-kan hukum – hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan hasil karya para pendahulunya yang juga hidup pada masa kebekuan akal (jumud) serta yang berdasarkan khurafat-khurafat
Atas dasar kedua fokus fikirannya itu, muhammad abduh memberi peranan yang besar kepada akal. Begitu besarnya peranan yang diberikan olehnya sehingga Harun Nasition menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh memberikan kekuatan yang lebih tinggi kepada akal. Menurut Abduh, akal dapat mengetahui hal - hal sebagai berikut:
a.       Tuhan dan sifat- sifatnya
b.      Keberadaan hidup di akhirat
c.       Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung  pada upaya mengenal Tuhann dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraan bergantung pada sikap tidak mengenal tuhan dan melakukan perbuatan jahat
d.      Kewajiban manusia mengenal tuhan
e.       Kewajiban manusia berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat
f.       Hukum-hukum mengenai kewajiban –kewajiban
Dengan memerhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang peranan akal di atas, dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu baginya. Baginya, wahyu adalah penolong (al-mu’min). Kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat, mengatur kehidupan masyarakat atas dasar prnsip-prinsip umum yang dibawanya, menyempurnakan pengetahuaan akal tentang tuan dan sifat- sifatnya, dan mengetahui cara beribadah serta berterimakasih kepada Tuhan dengan demikian wahyu bagi abduh berfungsi sebagai konfirmasi yaitu untuk mengkuatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah satu dasar islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan oleh akal. Islam, katanya, adalah agama yang pertama kali mengikat persaudaraan antara akal dan agama. Menurutnya, kepercayaan kepada eksitensi Tuhan juga berdasarkan akal. Wahyu yang dibawa nabi tidak mungkin bertentangan dengan akal. Kalau ternyata antara keduanya terdapat pertentangaan, menurutya, terdapat terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasi sehingga diperlukan interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.
2.      Kebebasan manusia dan fatalisme
Bagi abduh, disamping mempunyai daya pikir, manusia juga memiliki kebebasan meilih, yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar ini dihilangkan dari dirinya, ia bukan manusia lagi, tetapi makhluk lain. Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukan, kemudian mengambil keputusan dengan kemauaanya sendiri dan selanjutnya mewujudkan perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.
Karena manusia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai kebebasan dalam menentukan kemauan dan daya untuk mewujudkan kemauannya, faham perbuatan yang dipaksakan manusia atau jabariyah tidak sejalan dengan pandangan hidup muhammad abduh. Manusia, menurutnya, mempunyai kemampuan berfikir dan kebebasan dalam memilih, namun tidak memiliki kebebasan absolut. Ia  menyebut orang yang mengatakan manusia mempunyai kebebasan mutlak sebagai orang yang angkuh.
3.      Sifat-sifat tuhan
Dalam Risalah, ia menyebut sifat-sifat tuhan. Adapun mengenai masalah apakah sifat itu termasuk esensi tuhan yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak di luar kemampuaan manusia. Sungguhpun demikian, harun nasution melihat abduh cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak secara tegas mengatakannya.
4.      Kehendak mutlak tuhan
Karena yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, abduh melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-nya dengan memberikan kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan- perbuatannya.kehendak tuhanpun dibatasi oleh sunnatullah secara umum. Ia tidak mungkin menyimpang dari sunnatullah yang telah ditetapkan. Didalamnya terkandung arti bahwa tuhan dengan kemauannya sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan sunnatullah yang di ciptakan-Nya untuk mengatur alam ini.
5.      Keadilan tuhan
Karena memberikan daya besar kepada akal dan kebebasan manusia, Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam ini bukan hanya dari segi kehendak mutlak tuhan, tetapi jauh dari segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia  dan tidak satupun ciptaan tuhan yang tidak dapat manfaat bagi manusia. Adapun masalah keadilan tuhan, ia memandangnya bukan bukan hanya dari segi kesempurnaan-Nya, tetapi juga dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada tuhan karena ketidak adilan tidak sejalan denngan kesempurnaan aturan alam semesta.
6.      Antropomortisme
Karena tuhan termasuk dalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima faham bahwa tuhan mempunyaisifat- sifat jasmani. Abduh, yang memberikan kekuatan besar pada akal berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh mahluk di alam ini. Kata- kata wajah, tangan, duduk, dan sebagai mesti di fahamii sesuai dengan pengertian yang diberikan orang arab kepadanya. Dengan demikian, katanya, kata al-arsy dalam Al-Qur`an berarti kerajaan atau kekuasaan;kata al – kursy berarti pengetahuan.
7.      Melihat Tuhan
Muhammad abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah tuhan yang bersifat rohani itu dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya di hari perhitungan kelak? Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang percaya pada tanzih( keyakinan bahwa tidak ada satupun makhluk yang menyerupai Allah ) sepakat mengatakan bahwa tuhan tak dapat digambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat tuhan dianugrahkan hanya kepada orang- orang tertentu diakhirat.
8.      Perbuatan tuhan
Karena berpendapat bahwa ada perbuatan tuhan yang wajib, abduh sefaham dengan mu`tazillah dalam mengatakan bahwa wajib bagi tuhan untuk berbuat apa yang terbaik bagi manusia.
C.   Ide- Ide Pembaruan Muhammad Abduh
1. Jumud: Faktor Utama Kemunduran Umat Islam
            ‘Abduh berpandangan bahwa penyakit yang melanda negara-negara Islam adalah adanya kerancuan pemikiran agama di kalangan umat Islam sebagai konsekuensi datangnya peradaban Barat dan adanya tuntutan dunia Islam modern. Selama beberapa abad di masa silam, kaum Muslimin telah menghadapi kemunduran dan sebagai hasilnya mereka tidak mendapatkan dirinya sebagai siap sedia untuk menghadapi situasi yang kritis ini.[1]
            Ia berpendapat bahwa sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah bukan karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam. Jumud yaitu keadaan membeku/statis, sehingga umat tidak mau menerima peubahan, yang dengannya membawa bibit kepada kemunduran umat saat ini (al-Jumud ‘illatun tazawwul). Seperti dikemukakan ‘Abduh dalam al-Islam baina al-’Ilm wa al-Madaniyyah, ia menerangkan bahwa sikap jumud dibawa ke tubuh Islam oleh orang-orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme, tidak mementingkan pemakaian akal, jahil dan tidak kenal ilmu pengetahuan. Rakyat harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan agar tetap bodoh dan tunduk pada pemerintah[2]
            Keadaan ini seperti ini, menurutnya, adalah bid’ah. Masuknya bid’ah ke dalam tubuh Islam-lah yang membawa umat lepas dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Untuk menyelesaikan masalah ini, ‘Abduh, sebagaimana Abdul Wahhab, berusaha mengembalikan umat seperti pada masa salaf, yaitu di zaman sahabat dan ulama-ulama besar. Namun, yang membedakan faham ‘Abduh dengan Abdul Wahhab adalah umat tidak cukup hanya kembali kepada ajaran-ajaran asli itu saja, tetapi ajaran-ajaran itu juga mesti disesuaikan dengan keadaan modern sekarang ini.[3]
2. Pembaruan ‘Abduh dalam Masalah Ijtihad
            Faham Ibn Taimiyyah yang menyatakan bahwa ajaran-ajran Islam terbagi ke dalam dua kategori: Ibadah dan Mu’amalah, diambil dan ditonjolkan oleh ‘Abduh. Ia melihat bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Qur’an dan hadits bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya, ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar dan prinsip umum tidak terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh karena sifatnya yang umum tanpa perincian, maka ajaran tersebut dapat disesuaikan dengan zaman.[4]
            Penyesuaian dasar-dasar itu dengan situasi modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi baru. Untuk itu, Ijtihad perlu dibuka. Dalam kitab Tarikh Hashri al-Ijtihad dikutip pendapat ‘Abduh mengenai ijtihad sebagai berikut:
“Sesungguhnya kehidupan sosial manusia selalu mengalami perubahan, selalu terdapat hal-hal baru yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya. Ijtihad adalah jalan yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk menghubungkan hal-hal baru dalam kehidupan manusia dengan ilmu-ilmu Islam, meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh para ulama terdahulu....”.[5]
Selanjutnya, menurut ‘Abduh, untuk orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di bidang muamalah dan hukum kemasyarakatan bisa didasarkan langsung pada Quran dan hadis dan disesuaikan dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan menurut zaman.
            Taklid buta pada ulama terdahulu tidak perlu dipertahankan, bahkan Abduh memeranginya. Karena taklid di bidang  muamalah  menghentikan pikir dan akal berkarat. Taklid menghambat perkembangan bahasa Arab, perkembangan susunan masyarakat Islam, sistem pendidikan Islam,dan sebagainya.
            Pendapat tentang dibukanya pintu ijtihad bukan semata-mata pada hati tetapi pada akal. Qur'an memberikan kedudukan yang tinggi bagi akal.  Islam, menurutnya adalah agama rasional. Mempergunakan akal adalah salah satu dasar Islam. Iman seseorang takkan sempurna tanpa akal. Agama dan akal yang pertama kali mengikat tali persaudaraan. Wahyu tidak dapat membawa hal-hal yang  bertentangan dengan akal. Kalau zahir ayat atau hadis bertentangan dengan akal, maka harus dicari interpretasi yang membuat ayat dapat dipahami secara rasional. Kepercayaan pada kekuatan akal adalah dasar peradaban bangsa. Tentang hal ini Muhammad ‘Abduh berkata:
“Mesti ada suatu pembebasan akal dari belenggu taqlid, dan mesti memahami agama sesuai dengan jalan yang ditempuh oleh pada kaum salaf sebelum terjadi perpecahan.......dan umat Islam mesti berpaling kepada kekuatan akal sebagai kekuatan terbesar manusia....”[6]
3. Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Islam (Pendidikan)
            Seperti dikutip Fazlur Rahman, ‘Abduh menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern banyak berdasar pada hukum alam (sunnatullah, yang tidak bertentangan dengan Islam yang sebenarnya). Sunnatullah adalah ciptaan Allah SWT. Wahyu juga berasal dari Allah. Jadi, karena keduanya datang dari Allah, tidak dapat bertentangan satu dengan yang lainnya. Islam mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan, yang modern mesti sesuai dengan Islam, sebagaimana zaman keemasan Islam yang melindungi ilmu pengetahuan. Dengan penuh semangat, ‘Abduh menyuarakan penggalian sains dan penanaman semangat ilmiah Barat.[7] Kemajuan Eropa ia tegaskan karena belahan dunia ini telah mengambil yang terbaik dari ajaran Islam. Ia membantah bahwa Islam tidak mampu beradaptasi dengan dunia modern. Ia ingin membuktikan bahwa Islam adalah agama rasional yang dapat menjadi basis kehidupan modern.
            Sebagai konsekuensi dari pendapatnya, ‘Abduh berupaya untuk memperbarui pendidikan dan pelajaran modern, yang dimaksudkan agar para ulama kelak tahu kebudayaan modern dan mampu menyelesaikan persoalan modern. Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia dan dapat merubah segala sesuatu.[8]
            Program yang diajukannya--sebagai salah satu fondasi utama--adalah memahami dan menggunakan Islam dengan benar untuk mewujudkan kebangkitan masyarakat. Menurutnya, sekolah negeri (sekuler) harus diwarnai dengan agama yang kuat. Namun, rupanya, pendapatnya itu mendapat tantangan berat dari ulama konservatif yang belum mengetahui faedah dari perubahan yang dianjurkan ‘Abduh.[9]
            Keberatan final ‘Abduh berkenaan dengan upaya meniru pendidikan Barat disebabkan pengalaman bahwa orang yang meniru bangsa lain, dan meniru adat bangsa lain, membukakan pintu bagi masuknya musuh. Segelintir orang yang terbaratkan telah menggunakan slogan asing, seperti “kebebasan, nasionalisme, etnisitas”.
            ‘Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, yang mencakup pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya harus punya kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Semuanya harus mendapat pendidikan agama, yang mengabaikan perbedaan sektarian dan menyoroti perbedaan antara Kristen dan Islam.[10]
            Isi dan lama pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan profesi yang dikehendaki pelajar. ‘Abduh percaya bahwa anak petani dan tukang harus mendapat pendidikan minimum, agar mereka dapat meneruskan jejak ayah mereka. Kurikulum sekolah ini harus meliputi:
1.       buku ikhtisar doktrin Islam yang  berdasarkan ajaran Sunni dan tidak  menyebut-nyebut perbedaan sektarian;
2.      teks ringkas yang memaparkan secara garis besar fondasi kehidupan etika dan moral dan menunjukkan mana yang benar dan yang salah; dan
3.       teks ringkas sejarah hidup Nabi Muhammad, kehidupan shahabat, dan sebab-sebab kejayaan Islam.
            Sedangkan untuk sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari syariat, militer, kedokteran, atau ingin bekerja ada pemerintah. Kurikulumnya haruslah meliputi, antara lain:
1.       buku yang memberikan pengantar pengetahuan, seno logika, prinsip penalaran;
2.      teks tentang doktrin, yang menyampaikan soal-soal seperti dalil rasional, menentukan posisi tengah dalam upaya menghindarkan konflik, pembahasan lebih irnci mengenai perbedaan antara Kristen dan Islam, dan keefektifan doktrin Islam dalam membentuk kehidupan di dunia dan akherat;
3.      teks yang menjelaskan mana yang benar dan salah, penggunaan nalar dan prinsip-prinsip doktrin; serta
4.      teks sejarah yang meliputi berbagai penaklukan dan penyebaran Islam.
            Adapun pendidikan yang lebih tinggi lagi untuk guru dan kepala sekolah, dengan kurikulum yang lebih lengkap, mencakup: tafsir al-Qur’an; ilmu bahasa dan bahasa Arab; ilmu hadis; studi moralitas (etika); prinsip-prinsip fiqh; seni berbicara dan meyakinkan; dan teologi dan pemahaman doktrin secara rasional.[11]
4. Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang Keluarga dan Wanita
            Menurut ‘Abduh, blok bangunan terpenting dari masyarakat baru adalah individu. Umat terdiri dari unit-unit keluarga. Kalau unit-unit ini tidak memberikan lingkungan yang sehat dan fungsional bagi perkembangan individu di dalamnya, maka masyarakat akan ambruk. Abduh berkata:
“Sesungguhnya umat terdiri rumah-rumah (unit-unit keluarga). Jika unit-unit keluarga baik, maka umat pun akan baik. Barangsiapa yang tidak memiliki keluarga maka ia pun tidak memiliki umat. Laki-laki dan perempuan adalah dua jenis makhluk yang memiliki hak, kebebasan beraktivitas, perasaan, dan akal yang sama. Dan ketahuilah bahwa laki-laki yang berupaya menindas wanita supaya dapat menjadi tuan dirumahnya sendiri, berarti menciptakan generasi budak...”[12]
            Menurut ‘Abduh, jika wanita memang punya kualitas pemimpin dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria tak berlaku lagi. Di tempat lain, dia menulis, bahwa menurut al-Qur’an ada dua jenis wanita, wanita saleh dan wanita durhaka. kepemimpinan pria berlaku hanya terhadap istri yang mengacau atau durhaka.
            ‘Abduh juga berpendapat bahwa, penyebab perpecahan atau firnah dalam masyarakat adalah karena pria mengumbar hawa nafsunya. Tak seperti penulis kontemporer lainnya, dia tak mengatakan bahwa penyebabnya adalah karena wanita, atau karena kapasitas wanita untuk membangkitkan gairah seks pria.
            Berikut ini adalah argumentasi ‘Abduh dalam memperotes poligami:
1.      Jika seorang wanita dapat dimiliki oleh semua pria, dan setiap wanita boleh jadi pasangan setiap pria, maka api kecemburuan akan berkobar di hati manusia, dan masing-masing akan berupaya membela keinginanya. Ini akan menyebabkan pertumpahan darah.
2.      Wanita pada sifatnya tak mampu menyediakan kebutuhan hidupnya, dan tak mampu melindungi dirinya dari bahaya, khususnya ketika sedang hamil dan melahirkan. Kalau pria tak  menyadari tanggung jawab memebelanya dan hak-haknya, maka dia dan keturunannya akan  mendapat bahaya.
3.      Pria Muslim baru akan terdorong untuk bekerja keras agar menjadi pemerhati tanggungannya yang baik. Kalau tak ada istri dan anak dia tidak akan mendapat masa depan. Jika keturunannya tak jelas, maka pria tak akan berjuang menafkahi anak seperti itu.
4.      Jika seseorang benar-benar memahami betapa sulitnya berlaku sama, maka dia akan sadar bahwa mustahil untuk beristri lebih dari satu. Maka karena keadilan dalam poligami itu mustahil, maka poligami harus dilarang.[13]






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang terurai di bab II dapat ditarik beberapa kesimpulan:

a.       fungsi wahyu  menurut, muhammad abduh,  wahyu adalah penolong (al-mu’min). Kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat, dan wahyu bagi abduh berfungsi sebagai konfirmasi yaitu untuk mengkuatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
b.      Muhammad abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah tuhan yang bersifat rohani itu dapat dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya di hari perhitungan kelak
c.       Dan muhammad abduh berpandangan bahwa perlunya pembaruan dalam islam dalam bidang – bidang tertentu seperti: Jumud “Faktor Utama Kemunduran Umat Islam”, Pembaruan ‘Abduh dalam Masalah Ijtihad, Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Islam (Pendidikan), Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang Keluarga dan Wanita.






[1] Murtadha Muthahhari, Gerakan Islam Abad XX, (Jakarta: Beunebi Cipta, tt), hlm. 67.

[2] Muhammad ‘Abduh, Al-Islam Baina al-Din wa al-Madaniyyah (Mesir: Haiat al-Mishriyyah al-’Ammah lil-Kitab, 1993). hlm. 164.

[3] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), Cet. IX, hlm.63
[4] Ibid., hlm. 64.

[5] Syeikh Agha Bazrak at-Teherani, Tarikh Hashri al-Ijtihad, (Qum: al-Khayyam, 1401 H), hlm. 28.
[6] Muhammad ‘Ammarah, Al-Imam Muhammad ‘Abduh: Mujaddid al-Islam (Beirut: Al-Muassassah al-Islamiyyah li al-Dirasah wa al-Nasyr, 1981), hlm. 47
[7] Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intellektual (Bandung: Pustaka, 1995), hlm. 58.
[8] Muhammad ‘Ammarah, Al-Imam Muhammad ‘Abduh, Op.Cit. hlm. 207.

[9] Harun Nasution, Op. Cit., hlm. 67.

[10] Yvonne Haddad, “Muhammad ‘Abduh: Perintis Pembaruan Islam”, dalam Ali Rahnema (ed.), Para Perintis Zaman baru Islam (Bandung: Mizan, 1998) Cet. III, hlm.59
[11] Muhammad ‘Ammarah, Op. Cit., hlm. 222-223. Lihat juga Yvonne Haddad, Ibid.
[12] Muhammad ‘Abduh, “Al-Usrah wa al-Mar’ah”, disusun dan diedit oleh Muhammad ‘Ammarah, al-Imam Muhammad ‘Abduh: Mujaddid al-Islam, Op.Cit., hlm. 231.
[13] Muhammad ‘Abduh, Tafsir, yang dikutip Yvonne Haddad, Op. Cit. hlm. 65.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar