Kelompok 14
MAKALAH
KAJIAN TOKOH MUHAMMAD ABDUH
Dosen : Drs.H.Mukti Sy,M.Ag
Kelompok:
Nanang
Efendi 1511010319
Okta
Hardianti 1511010334
Zikron
Hafiz 1511010404
FAKULTAS
TARBIYAH & KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
BANDAR LAMPUNG
2015/2016
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN
BANDAR LAMPUNG
2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur
kami panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah
tepat pada waktunya. Sholawat serta salam selalu
terlimpahkan kepada junjungan agung nabi Muhammad SAW, berserta keluarga,
sahabat dan kita umumnya. Amin
Kami menyadari bahwa makalah yang kami
selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun guna kesempurnaan
makalah kami selanjutnya.
Akhir kata,
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami berharap agar makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandar
Lampung, Maret 2016
Penyusun
Daftar
Isi
Bab I Pendahuluan .......................................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang........................................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................................... 1
Bab II Pembahasan .......................................................................................................... 2
A.
Riwayat
Hidup Muhammad Abduh...................................................................... 2
B.
Pemikiran-
Pemikiran Muhammad Abduh.......................................................... 3
1.
Kedudukan
Akal Dan Fungsi Wahyu............................................................ 3
2.
Kebebasan
Manusia Dan Fatalisme............................................................... 5
3.
Sifat-
Sifat Tuhan.............................................................................................. 6
4.
Kehendak
Mutlak Tuhan................................................................................. 6
5.
Keadilan
Tuhan................................................................................................. 6
6.
Antropomortisme.............................................................................................. 6
7.
Melihat
Tuhan................................................................................................... 7
8.
Perbuatan
Tuhan............................................................................................... 7
C.
Ide-
Ide Pembaruan Muhammad Abduh.............................................................. 7
1.
Jumud
( Faktor Utama Kemunduran Umat Islam)....................................... 7
2.
Pembaruan
Abduh Masalah Ijtihad................................................................ 8
3.
Pembaruan
Abduh Dalam Bidang Pengetahuan Islam(Pendidikan) 10
4.
Pembaruan
Dalam Bidang Keluarga Dan Wanita........................................ 13
Bab III Penutup ................................................................................................................. 15
A.
Kesimpulan.............................................................................................................. 15
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Sebagai
produk pemikiran manusia, wacana-wacana yang dihasilkan oleh aliran
kalam, seperti halnya aliran pemikiran keislaman lainnya memiliki titik
kelemahan dan perlu mendapat kritikan yang memadai dan konstruktif. Diskursus
ketuhanan yang tidak menyentuh persoalan-persoalan riil manusia yang kurang
mendapat perhatian dari ilmu kalam merupakan titik kelemahan yang banyak
disorot.
Berbincang kelemahan ilmu kalam paling tidak terdapat tiga hal yang pelu di koreksi, diantaranya kritik epistemologi yang berkisar pada cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al Qur’an.
Selain aspek epistemologi, kritikan juga jatuh pada aspek Ontologi ilmu kalam yang hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang berkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan manusia. Sedangkan kritik aspek Askiologi menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat kebenaran yang tidak menyentuh pada ranah empiris.
Berbincang kelemahan ilmu kalam paling tidak terdapat tiga hal yang pelu di koreksi, diantaranya kritik epistemologi yang berkisar pada cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al Qur’an.
Selain aspek epistemologi, kritikan juga jatuh pada aspek Ontologi ilmu kalam yang hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang berkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan manusia. Sedangkan kritik aspek Askiologi menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat kebenaran yang tidak menyentuh pada ranah empiris.
B.
Rumusan Masalah
a. Siapakah
muhammad abduh ?
b. Bagaimana
pandangan pemikiran- pemikiran ilmu kalam menurut muhammad abduh ?
c. Apakah saja
ide – ide pembaruan muhammad abduh ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat
Muhammad Abduh
Sekh muammad abduh nama
lengkapnya muhammad bin abduh bin hasan khairullah dilahirkan di didesa
mahallat nashr kabupaten al- buhairah, mesir, pada tahun 1849 M. Ia bukan
berasal dari keturunan yang kaya dan bukan pula keturunan bangsawan. Namun
demikian, ayahnya dikenal sebagai orang terhormat yang suka memberi
pertolongan. Kekerasan yang diterapkan penguasa-penguasa muhammad ali dalam
memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah- pindah tempat untuk
menghindarinya.
Mula – mula abduh dikirim ayahnya ke masjid Al-ahmadi
tantabelakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al- Azhar. Namun
sistem pengajar di sana sangat menjengkelkan sehingga setelah dua tahun disana,
ia memutusskan untuk kembali kedesanya dan berani seperti saudara- saudara
serta kerabatnya. Ketika kembali ke desanya ia dikawinkan. Pada saat itu
berumur 16 tahun. Semula ia bersikeras untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi
ia kembali belajar atas dorongan pamannya, syekh darwish, yang banyak
mempengaruhi kehidupan abduh sebelum bertemu dengan jamaluddin al-afghani. Atas
jasanya itu, abduh berkata,” ia telah membebaskanku dari penjara kebodohan dan
memimbingku menuju ilmu pengetahuan “
Setelah menyelesaikan studinya dibawah bimbingan pamannya, abduh
melanjutkan studi di Al- Azhar pada bulan februari 1866. Tahun 1871, jamaluddin
al – afghani tiba di mesir. Ketika itu abduh masih menjadi mahasiswa Al- Azhar
menyabut kedatangannya. Ia slalu menghadiri pertemuan- pertemuan ilmiahnya dan
ia pun menjadi murid kesayangan Al- afghani. Al afghani pulalah yang mendorong
abdl aktif menulis dalam bidang sosial dan politik. Artikel – artikel
pembaharuaanya banyak dimuat pada surat kabar Al- Ahram di kairo.
Setelah menyelesaikan studinya di Al- azhar pada tahun 1877 dengan
gelar alim. Abduh mulai mengajar di Al- azhar, di Dar Al- ulum dan dirumahnya
sendiri. Ketika al- afgahani di usir dari mesir pada tahun 1879 karena dituduh
dengan mengadakan gerakan perlawanan terhadap khedewi taufiq, abduh juga
dituduh ikut campur didalamnya. Ia dibuang keluar kota kairo.namun pada tahun
1880 ia diperbolehkan kembali ke ibu kota, kemudian di angkat menjadi redaktur surat kabar resmi
pemerintahan mesir, Al- waqa’i al- mishriyyah. Pada waktu itu kesadaran nasional
mesir mulai tampak dan dibawah pimpinan Abduh, surat kabar resmi itu memuat
artikel – aartikel tentang urgenitas nasional mesir, di samping berita- berita
resmi.
Setelah revolusi urabi 1882 ( yang berakhir kegagalan ) abduh
ketikka itu masih memimpin surat kabar Al- waqa`i dituduh terlibat dalam
revolusi besar tersebut sehingga pemerintah mesir memutuskan untuk mengasingkan
selama tiga tahun dengan memberikaan hak kepadanya untuk memilih tempat
pengasingannya, dan abduh memilih suriah. Di negeri ini, ia menetapkan selama
setahun. Kemudian ia menyusul gurunya, al – afghani, yng ketika itu berada di
paris. Di sana mereka menerbitkan surat kabar Al-Urwah Al- wutsqa,yang
bertujuan mendirikan pan – islam menentang penjajahan barat, khususnya inggris.
Tahun 1885 Abduh diutus oleh surat kabar tersebut ke inggris untuk menemui
tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat mesir. Tahun 1899 Abduh
diangkat menjadi mufti mesir.kedudukan tingi itu dipegangnya sampai ia meningga
dunia tahun 1905
B.
Pemikiran
Pemikiran Kalam Muhammad Abduh
1.
Kedudukan
akal dan fungsi wahyu
Ada
dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran abduh, sebagaimana
diakui sendir, yaitu
a.
Membebaskan
akal pikiran dari belenggu- belenggu taqlid yang menghambat perkembangan
pengetahuan agama sebagaimana haknya salaf al- ummah (ulama sebelum abad ke -3
hijriah ) sebelum timbulnya perpecahan ;yakni memahami langsung dari sumber pokoknya, Al-qur’an.
b.
Memperbaiki
gaya bahasa arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi dikantor
pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.
Dua persoalan pokok itu muncul ketika ia meratapi perkembangan umat
islam pada masanya. Sebagaimana dijelaskan Sayyid Qutub, kondisi umat islam
saat itu dapat digambarkan sebagai “ suatu masyarakat yang beku, kaku;menutup
rapat-rapat pintu ijtihad;mengabaikan peranan akal dalam memahami syariat Allah
atau meng-instinbat-kan hukum – hukum, karena mereka telah merasa cukup dengan
hasil karya para pendahulunya yang juga hidup pada masa kebekuan akal (jumud)
serta yang berdasarkan khurafat-khurafat
Atas dasar kedua fokus fikirannya itu, muhammad abduh memberi
peranan yang besar kepada akal. Begitu besarnya peranan yang diberikan olehnya
sehingga Harun Nasition menyimpulkan bahwa Muhammad Abduh memberikan kekuatan
yang lebih tinggi kepada akal. Menurut Abduh, akal dapat mengetahui hal - hal
sebagai berikut:
a.
Tuhan
dan sifat- sifatnya
b.
Keberadaan
hidup di akhirat
c.
Kebahagiaan
jiwa di akhirat bergantung pada upaya
mengenal Tuhann dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraan bergantung pada sikap
tidak mengenal tuhan dan melakukan perbuatan jahat
d.
Kewajiban
manusia mengenal tuhan
e.
Kewajiban
manusia berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat
f.
Hukum-hukum
mengenai kewajiban –kewajiban
Dengan memerhatikan pandangan Muhammad Abduh tentang peranan akal
di atas, dapat diketahui pula bagaimana fungsi wahyu baginya. Baginya, wahyu
adalah penolong (al-mu’min). Kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi
wahyu bagi akal manusia. Wahyu, katanya, menolong akal untuk mengetahui sifat
dan keadaan kehidupan alam akhirat, mengatur kehidupan masyarakat atas dasar
prnsip-prinsip umum yang dibawanya, menyempurnakan pengetahuaan akal tentang
tuan dan sifat- sifatnya, dan mengetahui cara beribadah serta berterimakasih
kepada Tuhan dengan demikian wahyu bagi abduh berfungsi sebagai konfirmasi
yaitu untuk mengkuatkan dan menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
Lebih jauh Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah
satu dasar islam. Iman seseorang tidak sempurna kalau tidak didasarkan oleh
akal. Islam, katanya, adalah agama yang pertama kali mengikat persaudaraan
antara akal dan agama. Menurutnya, kepercayaan kepada eksitensi Tuhan juga
berdasarkan akal. Wahyu yang dibawa nabi tidak mungkin bertentangan dengan
akal. Kalau ternyata antara keduanya terdapat pertentangaan, menurutya,
terdapat terdapat penyimpangan dalam tataran interpretasi sehingga diperlukan
interpretasi lain yang mendorong pada penyesuaian.
2.
Kebebasan
manusia dan fatalisme
Bagi
abduh, disamping mempunyai daya pikir, manusia juga memiliki kebebasan meilih,
yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia. Kalau sifat dasar
ini dihilangkan dari dirinya, ia bukan manusia lagi, tetapi makhluk lain.
Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukan, kemudian
mengambil keputusan dengan kemauaanya sendiri dan selanjutnya mewujudkan
perbuatannya itu dengan daya yang ada dalam dirinya.
Karena
manusia menurut hukum alam dan sunnatullah mempunyai kebebasan dalam menentukan
kemauan dan daya untuk mewujudkan kemauannya, faham perbuatan yang dipaksakan
manusia atau jabariyah tidak sejalan dengan pandangan hidup muhammad abduh.
Manusia, menurutnya, mempunyai kemampuan berfikir dan kebebasan dalam memilih,
namun tidak memiliki kebebasan absolut. Ia
menyebut orang yang mengatakan manusia mempunyai kebebasan mutlak
sebagai orang yang angkuh.
3.
Sifat-sifat
tuhan
Dalam
Risalah, ia menyebut sifat-sifat tuhan. Adapun mengenai masalah apakah sifat
itu termasuk esensi tuhan yang lain? Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak di
luar kemampuaan manusia. Sungguhpun demikian, harun nasution melihat abduh
cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak
secara tegas mengatakannya.
4.
Kehendak
mutlak tuhan
Karena
yakin akan kebebasan dan kemampuan manusia, abduh melihat bahwa Tuhan tidak
bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-nya dengan memberikan
kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatannya.kehendak tuhanpun dibatasi oleh sunnatullah secara umum. Ia tidak mungkin
menyimpang dari sunnatullah yang telah ditetapkan. Didalamnya terkandung arti
bahwa tuhan dengan kemauannya sendiri telah membatasi kehendak-Nya dengan
sunnatullah yang di ciptakan-Nya untuk mengatur alam ini.
5.
Keadilan
tuhan
Karena
memberikan daya besar kepada akal dan kebebasan manusia, Abduh mempunyai
kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam ini bukan hanya dari segi
kehendak mutlak tuhan, tetapi jauh dari segi pandangan dan kepentingan manusia.
Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satupun ciptaan tuhan yang tidak
dapat manfaat bagi manusia. Adapun masalah keadilan tuhan, ia memandangnya
bukan bukan hanya dari segi kesempurnaan-Nya, tetapi juga dari pemikiran rasional
manusia. Sifat ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada tuhan karena ketidak
adilan tidak sejalan denngan kesempurnaan aturan alam semesta.
6.
Antropomortisme
Karena
tuhan termasuk dalam alam rohani, rasio tidak dapat menerima faham bahwa tuhan
mempunyaisifat- sifat jasmani. Abduh, yang memberikan kekuatan besar pada akal
berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat tuhan mengambil bentuk
tubuh atau roh mahluk di alam ini. Kata- kata wajah, tangan, duduk, dan sebagai
mesti di fahamii sesuai dengan pengertian yang diberikan orang arab kepadanya.
Dengan demikian, katanya, kata al-arsy dalam Al-Qur`an berarti kerajaan atau
kekuasaan;kata al – kursy berarti pengetahuan.
7.
Melihat
Tuhan
Muhammad
abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah tuhan yang bersifat rohani itu dapat
dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya di hari perhitungan kelak? Ia hanya
menyebutkan bahwa orang yang percaya pada tanzih( keyakinan bahwa tidak ada
satupun makhluk yang menyerupai Allah ) sepakat mengatakan bahwa tuhan tak
dapat digambarkan ataupun dijelaskan dengan kata-kata. Kesanggupan melihat
tuhan dianugrahkan hanya kepada orang- orang tertentu diakhirat.
8.
Perbuatan
tuhan
Karena
berpendapat bahwa ada perbuatan tuhan yang wajib, abduh sefaham dengan
mu`tazillah dalam mengatakan bahwa wajib bagi tuhan untuk berbuat apa yang
terbaik bagi manusia.
C. Ide- Ide Pembaruan
Muhammad Abduh
1. Jumud:
Faktor Utama Kemunduran Umat Islam
‘Abduh berpandangan bahwa penyakit yang melanda negara-negara Islam adalah
adanya kerancuan pemikiran agama di kalangan umat Islam sebagai konsekuensi
datangnya peradaban Barat dan adanya tuntutan dunia Islam modern. Selama
beberapa abad di masa silam, kaum Muslimin telah menghadapi kemunduran dan
sebagai hasilnya mereka tidak mendapatkan dirinya sebagai siap sedia untuk menghadapi
situasi yang kritis ini.[1]
Ia berpendapat bahwa sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah bukan
karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat
Islam. Jumud yaitu keadaan membeku/statis, sehingga umat tidak mau menerima
peubahan, yang dengannya membawa bibit kepada kemunduran umat saat ini (al-Jumud
‘illatun tazawwul). Seperti dikemukakan ‘Abduh dalam al-Islam baina
al-’Ilm wa al-Madaniyyah, ia menerangkan bahwa sikap jumud dibawa ke
tubuh Islam oleh orang-orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan
politik di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme, tidak mementingkan
pemakaian akal, jahil dan tidak kenal ilmu pengetahuan. Rakyat harus dibutakan
dalam hal ilmu pengetahuan agar tetap bodoh dan tunduk pada pemerintah[2]
Keadaan ini seperti ini, menurutnya, adalah bid’ah. Masuknya bid’ah ke
dalam tubuh Islam-lah yang membawa umat lepas dari ajaran Islam yang
sesungguhnya. Untuk menyelesaikan masalah ini, ‘Abduh, sebagaimana Abdul Wahhab,
berusaha mengembalikan umat seperti pada masa salaf, yaitu di zaman
sahabat dan ulama-ulama besar. Namun, yang membedakan faham ‘Abduh dengan Abdul
Wahhab adalah umat tidak cukup hanya kembali kepada ajaran-ajaran asli itu
saja, tetapi ajaran-ajaran itu juga mesti disesuaikan dengan keadaan modern
sekarang ini.[3]
2. Pembaruan
‘Abduh dalam Masalah Ijtihad
Faham Ibn Taimiyyah yang menyatakan bahwa ajaran-ajran Islam terbagi ke dalam
dua kategori: Ibadah dan Mu’amalah, diambil dan ditonjolkan oleh
‘Abduh. Ia melihat bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Qur’an dan hadits
bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya, ajaran-ajaran mengenai hidup
kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar dan prinsip umum tidak
terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh karena sifatnya yang umum tanpa
perincian, maka ajaran tersebut dapat disesuaikan dengan zaman.[4]
Penyesuaian dasar-dasar itu dengan situasi modern dilakukan dengan mengadakan
interpretasi baru. Untuk itu, Ijtihad perlu dibuka. Dalam kitab Tarikh
Hashri al-Ijtihad dikutip pendapat ‘Abduh mengenai ijtihad sebagai berikut:
“Sesungguhnya
kehidupan sosial manusia selalu mengalami perubahan, selalu terdapat hal-hal
baru yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya. Ijtihad adalah jalan
yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk menghubungkan hal-hal
baru dalam kehidupan manusia dengan ilmu-ilmu Islam, meskipun ilmu-ilmu Islam
telah dibahas seluruhnya oleh para ulama terdahulu....”.[5]
Selanjutnya,
menurut ‘Abduh, untuk orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di bidang
muamalah dan hukum kemasyarakatan bisa didasarkan langsung pada Quran
dan hadis dan disesuaikan dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki
perubahan menurut zaman.
Taklid buta pada ulama terdahulu tidak perlu dipertahankan, bahkan Abduh
memeranginya. Karena taklid di bidang muamalah menghentikan
pikir dan akal berkarat. Taklid menghambat perkembangan bahasa Arab,
perkembangan susunan masyarakat Islam, sistem pendidikan Islam,dan sebagainya.
Pendapat tentang dibukanya pintu ijtihad bukan semata-mata pada hati tetapi
pada akal. Qur'an memberikan kedudukan yang tinggi bagi akal. Islam,
menurutnya adalah agama rasional. Mempergunakan akal adalah salah satu dasar
Islam. Iman seseorang takkan sempurna tanpa akal. Agama dan akal yang pertama
kali mengikat tali persaudaraan. Wahyu tidak dapat membawa hal-hal yang
bertentangan dengan akal. Kalau zahir ayat atau hadis bertentangan dengan akal,
maka harus dicari interpretasi yang membuat ayat dapat dipahami secara
rasional. Kepercayaan pada kekuatan akal adalah dasar peradaban bangsa. Tentang
hal ini Muhammad ‘Abduh berkata:
“Mesti ada
suatu pembebasan akal dari belenggu taqlid, dan mesti memahami agama sesuai
dengan jalan yang ditempuh oleh pada kaum salaf sebelum terjadi
perpecahan.......dan umat Islam mesti berpaling kepada kekuatan akal sebagai
kekuatan terbesar manusia....”[6]
3. Pembaruan
‘Abduh dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Islam (Pendidikan)
Seperti dikutip Fazlur Rahman, ‘Abduh menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern
banyak berdasar pada hukum alam (sunnatullah, yang tidak bertentangan
dengan Islam yang sebenarnya). Sunnatullah adalah ciptaan Allah SWT.
Wahyu juga berasal dari Allah. Jadi, karena keduanya datang dari Allah, tidak
dapat bertentangan satu dengan yang lainnya. Islam mesti sesuai dengan ilmu
pengetahuan modern dan, yang modern mesti sesuai dengan Islam, sebagaimana
zaman keemasan Islam yang melindungi ilmu pengetahuan. Dengan penuh semangat,
‘Abduh menyuarakan penggalian sains dan penanaman semangat ilmiah Barat.[7]
Kemajuan Eropa ia tegaskan karena belahan dunia ini telah mengambil yang
terbaik dari ajaran Islam. Ia membantah bahwa Islam tidak mampu beradaptasi
dengan dunia modern. Ia ingin membuktikan bahwa Islam adalah agama rasional
yang dapat menjadi basis kehidupan modern.
Sebagai konsekuensi dari pendapatnya, ‘Abduh berupaya untuk memperbarui
pendidikan dan pelajaran modern, yang dimaksudkan agar para ulama kelak tahu
kebudayaan modern dan mampu menyelesaikan persoalan modern. Pendidikan adalah
hal terpenting dalam kehidupan manusia dan dapat merubah segala sesuatu.[8]
Program yang diajukannya--sebagai salah satu fondasi utama--adalah memahami dan
menggunakan Islam dengan benar untuk mewujudkan kebangkitan masyarakat.
Menurutnya, sekolah negeri (sekuler) harus diwarnai dengan agama yang kuat.
Namun, rupanya, pendapatnya itu mendapat tantangan berat dari ulama konservatif
yang belum mengetahui faedah dari perubahan yang dianjurkan ‘Abduh.[9]
Keberatan final ‘Abduh berkenaan dengan upaya meniru pendidikan Barat
disebabkan pengalaman bahwa orang yang meniru bangsa lain, dan meniru adat
bangsa lain, membukakan pintu bagi masuknya musuh. Segelintir orang yang
terbaratkan telah menggunakan slogan asing, seperti “kebebasan, nasionalisme,
etnisitas”.
‘Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, yang
mencakup pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya
harus punya kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Semuanya
harus mendapat pendidikan agama, yang mengabaikan perbedaan sektarian dan
menyoroti perbedaan antara Kristen dan Islam.[10]
Isi dan lama pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan profesi yang
dikehendaki pelajar. ‘Abduh percaya bahwa anak petani dan tukang harus mendapat
pendidikan minimum, agar mereka dapat meneruskan jejak ayah mereka. Kurikulum
sekolah ini harus meliputi:
1.
buku ikhtisar doktrin Islam yang
berdasarkan ajaran Sunni dan tidak menyebut-nyebut perbedaan sektarian;
2.
teks ringkas yang memaparkan secara
garis besar fondasi kehidupan etika dan moral dan menunjukkan mana yang benar
dan yang salah; dan
3.
teks ringkas sejarah hidup Nabi Muhammad,
kehidupan shahabat, dan sebab-sebab kejayaan Islam.
Sedangkan untuk sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari
syariat, militer, kedokteran, atau ingin bekerja ada pemerintah. Kurikulumnya
haruslah meliputi, antara lain:
1.
buku yang memberikan pengantar pengetahuan,
seno logika, prinsip penalaran;
2.
teks tentang doktrin, yang
menyampaikan soal-soal seperti dalil rasional, menentukan posisi tengah dalam
upaya menghindarkan konflik, pembahasan lebih irnci mengenai perbedaan antara
Kristen dan Islam, dan keefektifan doktrin Islam dalam membentuk kehidupan di
dunia dan akherat;
3.
teks yang menjelaskan mana yang
benar dan salah, penggunaan nalar dan prinsip-prinsip doktrin; serta
4.
teks sejarah yang meliputi berbagai
penaklukan dan penyebaran Islam.
Adapun pendidikan yang lebih tinggi lagi untuk guru dan kepala sekolah, dengan
kurikulum yang lebih lengkap, mencakup: tafsir al-Qur’an; ilmu bahasa dan
bahasa Arab; ilmu hadis; studi moralitas (etika); prinsip-prinsip fiqh; seni
berbicara dan meyakinkan; dan teologi dan pemahaman doktrin secara rasional.[11]
4. Pembaruan
‘Abduh dalam Bidang Keluarga dan Wanita
Menurut ‘Abduh, blok bangunan terpenting dari masyarakat baru adalah individu.
Umat terdiri dari unit-unit keluarga. Kalau unit-unit ini tidak memberikan
lingkungan yang sehat dan fungsional bagi perkembangan individu di dalamnya,
maka masyarakat akan ambruk. Abduh berkata:
“Sesungguhnya
umat terdiri rumah-rumah (unit-unit keluarga). Jika unit-unit keluarga baik,
maka umat pun akan baik. Barangsiapa yang tidak memiliki keluarga maka ia pun
tidak memiliki umat. Laki-laki dan perempuan adalah dua jenis makhluk yang
memiliki hak, kebebasan beraktivitas, perasaan, dan akal yang sama. Dan
ketahuilah bahwa laki-laki yang berupaya menindas wanita supaya dapat menjadi
tuan dirumahnya sendiri, berarti menciptakan generasi budak...”[12]
Menurut ‘Abduh, jika wanita memang punya kualitas pemimpin dan kualitas membuat
keputusan, maka keunggulan pria tak berlaku lagi. Di tempat lain, dia menulis,
bahwa menurut al-Qur’an ada dua jenis wanita, wanita saleh dan wanita durhaka.
kepemimpinan pria berlaku hanya terhadap istri yang mengacau atau durhaka.
‘Abduh juga berpendapat bahwa, penyebab perpecahan atau firnah dalam masyarakat
adalah karena pria mengumbar hawa nafsunya. Tak seperti penulis kontemporer
lainnya, dia tak mengatakan bahwa penyebabnya adalah karena wanita, atau karena
kapasitas wanita untuk membangkitkan gairah seks pria.
Berikut ini adalah argumentasi ‘Abduh dalam memperotes poligami:
1.
Jika seorang wanita dapat dimiliki
oleh semua pria, dan setiap wanita boleh jadi pasangan setiap pria, maka api
kecemburuan akan berkobar di hati manusia, dan masing-masing akan berupaya
membela keinginanya. Ini akan menyebabkan pertumpahan darah.
2.
Wanita pada sifatnya tak mampu
menyediakan kebutuhan hidupnya, dan tak mampu melindungi dirinya dari bahaya,
khususnya ketika sedang hamil dan melahirkan. Kalau pria tak menyadari
tanggung jawab memebelanya dan hak-haknya, maka dia dan keturunannya akan
mendapat bahaya.
3.
Pria Muslim baru akan terdorong
untuk bekerja keras agar menjadi pemerhati tanggungannya yang baik. Kalau tak
ada istri dan anak dia tidak akan mendapat masa depan. Jika keturunannya tak
jelas, maka pria tak akan berjuang menafkahi anak seperti itu.
4.
Jika seseorang benar-benar memahami
betapa sulitnya berlaku sama, maka dia akan sadar bahwa mustahil untuk beristri
lebih dari satu. Maka karena keadilan dalam poligami itu mustahil, maka
poligami harus dilarang.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan yang terurai di bab II dapat ditarik beberapa
kesimpulan:
a.
fungsi
wahyu menurut, muhammad abduh, wahyu adalah penolong (al-mu’min). Kata ini
ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal manusia. Wahyu, katanya,
menolong akal untuk mengetahui sifat dan keadaan kehidupan alam akhirat, dan
wahyu bagi abduh berfungsi sebagai konfirmasi yaitu untuk mengkuatkan dan
menyempurnakan pengetahuan akal dan informasi.
b.
Muhammad
abduh tidak menjelaskan pendapatnya apakah tuhan yang bersifat rohani itu dapat
dilihat oleh manusia dengan mata kepalanya di hari perhitungan kelak
c.
Dan
muhammad abduh berpandangan bahwa perlunya pembaruan dalam islam dalam bidang –
bidang tertentu seperti: Jumud “Faktor Utama Kemunduran Umat
Islam”, Pembaruan ‘Abduh dalam Masalah Ijtihad, Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang
Ilmu Pengetahuan Islam (Pendidikan), Pembaruan ‘Abduh dalam Bidang Keluarga dan
Wanita.
[2] Muhammad
‘Abduh, Al-Islam Baina al-Din wa al-Madaniyyah (Mesir: Haiat
al-Mishriyyah al-’Ammah lil-Kitab, 1993). hlm. 164.
[6] Muhammad
‘Ammarah, Al-Imam Muhammad ‘Abduh: Mujaddid al-Islam (Beirut:
Al-Muassassah al-Islamiyyah li al-Dirasah wa al-Nasyr, 1981), hlm. 47
[7] Fazlur
Rahman, Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intellektual (Bandung:
Pustaka, 1995), hlm. 58.
[10] Yvonne
Haddad, “Muhammad ‘Abduh: Perintis Pembaruan Islam”, dalam Ali Rahnema (ed.), Para
Perintis Zaman baru Islam (Bandung: Mizan, 1998) Cet. III, hlm.59
[12] Muhammad
‘Abduh, “Al-Usrah wa al-Mar’ah”, disusun dan diedit oleh Muhammad ‘Ammarah, al-Imam
Muhammad ‘Abduh: Mujaddid al-Islam, Op.Cit., hlm. 231.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar