Jumat, 03 Juni 2016

pewarisan



BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang Masalah

Ilmu waris adalah ilmu yang sangat sedikit sekali dipelajari untuk saat ini. Dalam hadits marfu’ disebutkan, “Wahai Abu Hurairah, pelajarilah ilmu faroidh (ilmu waris) dan ajarkanlah karena ilmu tersebut adalah separuh ilmu dan saat ini telah dilupakan. Ilmu warislah yang akan terangkat pertama kali dari umatku.” (HR. Ibnu Majah, Ad Daruquthni, Al Hakim, Al Baihaqi. Namun sudah menunjukkan kemuliaan ilmu waris karena Allah Ta’ala telah merinci dalam Al Qur’an mengenai hitungan warisan. Dan Allah yang memberikan hukum seadil-adilnya. Beda dengan anggapan sebagian orang yang menganggap hukum Allah itu tidak adil karena suuzhonnya pada Sang Kholiq.

B.       Rumusan Masalah

                    1.            Siapa saja yang menjadi ahli waris?
                    2.            Bagaimana ketentuan pembagian warisan kepada ahli waris ?
                    3.            Siapa saja ahli waris yang mendapatkan harta peninggalan setelah furudhul muqoddaroh ?
                    4.            Apa itu hijab dan bagaimana penjelasannya ?







BAB II
PEMBAHASAN

A.      Ahli Waris

Ahli waris adalah orang-orang yang berhak mendapat bagian warisan dari orang yang meninggal dunia. Secara keseluruhan ahli waris ada 25 orang, terdiri atas 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan dengan rincian sebagai berikut :
                    1.       Ahli waris laki-laki
Kelompok ahli waris laki-laki yaitu :
a.    anak laki-laki dari yang meninggal dunia,
b.    cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah,
c.    ayah dari anak yang meninggal,
d.   kakek dan seterusnya ke atas,
e.    saudara laki-laki kandung,
f.     saudara laki-laki se-ayah,
g.    saudara laki-laki se-ibu,
h.    anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ayah dan se-ibu,
i.      anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah,
j.      paman sekandung,
k.    paman se-ayah,
l.      anak laki-laki paman sekandung,
m.  anak laki-laki paman se-ayah,
n.    suami,
o.    orang laki-laki yang memerdekakan yang meninggal dunia.

Bila ahli waris tersebut semuanya masih ada, yang mendapat bagian harta waris hanya tiga orang, yaitu anak laki-laki, suami, dan ayah.


                    2.       Ahli waris perempuan
Kelompok ahli waris perempuan yaitu :
a.    anak perempuan,
b.    cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah,
c.    ibu,
d.   nenek dari ayah dan seterusnya ke atas,
e.    nenek dari ibu dan seterusnya ke atas,
f.     saudara perempuan sekandung,
g.    saudara perempuan se-ayah,
h.    saudara perempuan se-ibu,
i.      istri,
j.      perempuan yang memerdekakanyang meninggal.

Jika ahli waris yang perempuan ada semua maka yang berhak menerima harta waris adalah : anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki jika anak perempuan hanya seorang, ibu, istri, saudara perempuan sekandung atau se-bapak saja.
Jika ahli waris laki-laki dan perempuan ada semuanya maka yang berhak menerima harta waris ialah bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, suami dan istri.

ÉA%y`Ìh=Ïj9 Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur Ò=ŠÅÁtR $£JÏiB x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# šcqç/tø%F{$#ur $£JÏB ¨@s% çm÷ZÏB ÷rr& uŽèYx. 4 $Y7ŠÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ  
Artinya:
bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan
B.       Furudhul Muqoddaroh

Seperti yang telah kita ketahui “al-furudh” yaitu jama taksir dari kata “al-fardhu” yang artinya kewajiban, sedangkan “Furudhul Muqoddaroh” yaitu istilah dalam ilmu waris yang artinya ketentuan-ketentuan, seperti anak mendapat 1/2 , bapak mendapat 1/6 dan seterusnya. Ketentuan bagian masing-masing:
Firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa : 11 yang berbunyi :

ÞOä3ŠÏ¹qムª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( ̍x.©%#Ï9 ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB x8ts? ( bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur $ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4 Ïm÷ƒuqt/L{ur Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$# $£JÏB x8ts? bÎ) tb%x. ¼çms9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO©9 `ä3tƒ ¼ã&©! Ó$s!ur ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r& ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$# 4 bÎ*sù tb%x. ÿ¼ã&s! ×ouq÷zÎ) ÏmÏiBT|sù â¨ß¡9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur ÓÅ»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ 3 öNä.ät!$t/#uä öNä.ät!$oYö/r&ur Ÿw tbrâôs? öNßgƒr& Ü>tø%r& ö/ä3s9 $YèøÿtR 4 ZpŸÒƒÌsù šÆÏiB «!$# 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ3ym ÇÊÊÈ  
Artinya :
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan[1]; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[2], Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S An-Nisa : 11)

1.      Bagian ½ . Yang berhak mendapatkan bagian An-Nishfu (1/2) serta syarat-syaratnya ada 5 orang, yaitu :
a.    Suami jika istrinya yang meninggal dunia tidak mempunyai anak laki-laki, atau tidak mempunyai cucu dari anak laki-laki (cucu laki-laki atau cucu perempuan).
b.    Anak perempuan jika tidak ada saudara laki-laki, atau tidak ada satu saudara perempuan atau lebih. Ia mendapatkan warisan setengah dari harta warisan jika tidak ada orang-orang tersebut. Firman Allah swt. :
c.    Cucu perempuan dari anak laki-laki jika sendirian, maksudnya tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki.
d.   Saudara perempuan kandung jika sendirian, maksudnya jika tidak ada saudara laki-laki, atau tidak ada ayah, atau tidak ada anak, atau tidak ada anak dari anak laki-laki.
e.    Saudara perempuan seayah jika sendirian, maksudnya tidak ada saudara laki-laki, tidak ada ayah, dan tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki.


2.      Bagian 2/3. Dua pertiga dari warisan bisa diwarisi empat pihak, yaitu :
a.    Dua anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki, maksudnya mereka tidak mempunyai saudara laki-laki.
b.    Dua cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih jika tidak ada anak kandung; laki-laki atau perempuan dan jika tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki yang tidak lain adalah saudara laki-laki mereka.
c.    Dua saudara perempuan kandung atau lebih jika tidak ada saudara perempuan seayah, atau tidak ada anak laki-laki sekandung; laki-laki atau perempuan, dan tidak ada saudara laki-laki sekandung.
d.   Dua saudara perempuan seayah atau lebih jika tidak ada pihak-pihak yang disebutkan di point sebelumnya dan tidak ada saudara laki-laki seayah.
3.      Bagian 1/6. Seperenam diwarisi tujuh pihak, yaitu :
a.    Ibu jika orang yang meninggal dunia mempunyai anak laki-laki, atau mempunyai cucu laki-laki, atau mempunyai saudara lebih dari dua; saudara laki-laki, saudara perempuan, mereka saudara sekandung atau saudara seayah atau saudara seibu, dan mereka mewarisi atau terhalang oleh pihak lain.
b.    Nenek jika orang meninggal dunia tidak mempunyai ibu dan ia mewarisinya sendirian. Jika ada nenek lain yang sederajat dengannya, maka bagiannya diabagi rata dengannya.
c.    Ayah. Ia mewarisi seperenam secara mutlah; orang yang meninggal dunia mempunyai anak atau tidak.
d.   Kakek. Ia mewarisi seperenam jika tidak ada ayah karena kakek adalah sederajat dengan ayah.
e.    Saudara seibu; saudara laki-laki atau saudara perempuan. Ia mewarisi seperenam jika orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ayah, kakek, anak laki-laki, cucu dari anak laki-laki; cucu tersebut laki-laki atau perempuan. Ini dengna syarat saudara laki-laki seibu, atau saudara perempuan seibu tersebut sendirian dalam arti tidak mempunyai saudara laki-laki seibu yang lain, atau saudara seibu yang lain.
f.     Cucu perempuan dari anak laki-laki. Ia mewarisi seperenam jika ia bersama satu cucu perempuan dari anak laki-laki dan ia tidak mempunyai saudara laki-laki, serta tidak mempunyai anak laki-laki dari paman dari jalur ayah yang sederajat dengannya. Berapapun jumlah anak perempuan dari anak laki-laki, mereka tetap mendapatkan bagian seperenam.
g.    Saudara perempuan seayah jika ada satu saudara perempuan sekandung, tidak ada saudara laki-laki seayah, tidak ada ibu, tidak ada kakek, tidak ada anak laki-laki, tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki.
4.      Bagian 1/3. Bagian sepertiga dari harta warisan bisa diwarisi tiga pihak , yaitu :
a.    Ibu jika pihak yang meninggal dunia tidak mempunyai cucu dari anak laki-laki; cucu tersebut laki-laki atau perempuan, jika tidak ada dua saudara atau lebih; saudara laki-laki, atau saudara perempuan.
b.    Saudara laki-laki seibu jika jumlah mereka dua atau lebih, dan orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ayah, atau kakek, atau anak laki-laki, atau cucu dari anak laki-laki; cucu tersebut laki-laki atau perempuan.
c.    Kakek jika ia bersama saudara-saudara, namun sepertiga sudah cukup baginya jika jumlah saudara laki-laki lebih dari dua, dan jika jumlah saudara perempuan lebih dari empat.
Bagian/ketentuan warisan dalam Q.S An-Nisa : 12 yang berbunyi :

* öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3tƒ £`ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2  Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB z`ò2ts? 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šúüϹqム!$ygÎ/ ÷rr& &úøïyŠ 4  Æßgs9ur ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6tƒ öNä3©9 Ós9ur 4 bÎ*sù tb$Ÿ2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur šcqß¹qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïyŠ 3 bÎ)ur šc%x. ×@ã_u ß^uqム»'s#»n=Ÿ2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îˆr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%Ÿ2 uŽsYò2r& `ÏB y7Ï9ºsŒ ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur 4Ó|»qム!$pkÍ5 ÷rr& AûøïyŠ uŽöxî 9h!$ŸÒãB 4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ÒOŠÎ=ym ÇÊËÈ  
Artinya:
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[3]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.(QS.An-Nisa : 12)

5.      Bagian ¼. Seperempat dari harta warisan hanya bisa diwarisi dua orang saja, yaitu :
a.    Suami jika istrinya yang meninggal dunia mempunyai anak laki-laki, atau cucu dari anak laki-laki (cucu laki-laki atau perempuan).
b.    Istri jika suaminya yang meninggal dunia tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak mempunyai cucu dari anak laki-laki (cucu laki-laki atau perempuan).
6.      Bagian 1/8. Seperdelapan dari harta warisan bisa diwarisi satu orang saja, yaitu istri. Jika jumlah istri lebih dari satu, maka seperdelapan tersebut dibagi rata diantara mereka. Istri mendapatkan bagian seperdelapan jika suaminya yang men inggal dunia mempunyai anak laki-laki, atau mempunyai cucu dari anak laki-laki (cucu laki-laki atau perempuan)

C.      Ashobah

‘Ashabah ( اَلْعَصَبَةُ ) adalah bentuk jamak dari ‘aashib ( عَاصِبٌ ) seperti kata thaalib ( طَالِبٌ ) dan thalabah ( طَلَبَةٌ ), mereka adalah keturunan laki-laki dari seseorang dan kerabatnya dari jalur ayah.
Dan yang dimaksud di sini adalah orang yang diberikan kepadanya sisa (tarikah) setelah para ash-haabul furudh (pemilik bagian pasti) mengambil bagian-bagiannya, apabila tidak tersisa sedikit pun dari mereka, maka mereka (‘ashabah) tidak mengambil bagian sedikit pun kecuali jika yang mendapatkan ‘ashabah adalah anak laki-laki (ibn) karena sesungguhnya ia tidak terhalang dalam keadaan apa pun, karena Rasulullah saw., bersabda :
“Berikan warisan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan sisanya untuk orang laki-laki yang paling berhak.” (Muttafaq Alaih)

‘Ashabah juga berarti orang-orang yang berhak mendapatkan seluruh tarikah apabila tidak ada seorang pun dari ash-haabul furudh.
Adapun yang termasuk Ashobah, antara lain :
1.    Ashabah Binafsi, mendapat harta warisan tanpa sebab yang lainnya :
a.    Anak laki-laki
b.    Cucu laki-laki
c.    Ayah
d.   Kakek dari pihak ayah
e.    Saudara laki-laki kandung
f.     Saudara laki-laki seayah
g.    Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
h.    Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
i.      Paman sekandung
j.      Paman seayah
k.    Anak laki-laki paman sekandung
l.      Anak laki-laki dari paman seayah
m.  Orang laki-laki yang memerdekakan yang meninggal dunia.

2.    Ashabah dengan sebab lain :
a.    Anak perempuan karena ada anak laki-laki.
b.    Cucu perempuan karena ada cucu laki-laki.
c.    Saudara perempuan sekandung karena ada saudara laki-laki sekandung.
d.   Saudara perempuan sebapak karena ada saudara laki-laki sebapak.

3.    Ashabah karena bersama yang lainnya, yaitu saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) dan saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih) bila bersama.



D.      Hijab

Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh mawaris, istilah hijab  digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh hubungan kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat. Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang yang terhalang disebut mahjub. Keadaan menghalangi disebuthijab.[4]Hijab dan mahjub dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1.    Apabila ada anak laki-laki, cucu perempuan mahjub. Artinya, terhalang untuk mendapatkan bagian dari harta warisan.
2.    Nenek terhalang mendapatkan bagian harta warisan karena ada ibu. Demikian pula seorang kakek terhalang mendapat bagian harta warisan karena adanya ayah.
3.    Cucu perempuan terhalang untuk mendapat bagian dari harta warisan karena adanya cucu laki-laki.
4.    Saudara seibu terhalang karena :
a.    Ada anak laki-laki maupun anak perempuan,
b.    Ada cucu dari anak laki-laki, baik cucu laki-laki maupun cucu perempuan,
c.    Ada ayah atau kakek.
5.    Saudara seayah terhalang mendapat bagian dari harta warisan karena :
a.    Ada ayah,
b.    Ada anak laki-laki,
c.    Ada cucu laki-laki,
d.   Ada saudara laki-laki seibu dan seayah.




BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
        
        Harta warisan adalah harta yang dalam istilah fara’id dinamakan Tirkah (peninggalan) merupakan sesuatu atau harta kekayaan oleh yang meninggal, baik berupa uang atau materi lainya yang dibenarkan oleh syariat islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya, keseluruhan ahli waris ada 25 orang, terdiri atas 15 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.  Dan dalam pelaksanaanya atau apa-apa yang yang ditinggalkan oleh yang meninggal harus diartikan sedemikian luas sehingga mencakup hal-hal yang ada pada bagianya. Pentingnya pembagian warisan untuk orang-orang yang ditinggalkan dengan seadil-adilnya sudah diatur dalam Islam, mencegah terjadinya konflik antar ahli waris dan menghindari perpecahan ukhuwah persaudaraan antar sesama keluarga yang masih hidup. 















DAFTAR PUSTAKA


Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Abu Bakr Jabir Al-Jazair. Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim. Jakarta : Darul Falah. 2003
Prof. Dr. Musthofa Daib Al Bugho,  At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat Taqrib (Matan Abi Syuja’), terbitan Darul Musthofa, cetakan ke-11, 1428 H.
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993



[1]Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat surat An Nisaa ayat 34).
[2]Lebih dari dua Maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan Nabi.
[3]Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
[4]Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993), hlm. 71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar