BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ilmu waris adalah ilmu yang sangat sedikit sekali
dipelajari untuk saat ini. Dalam hadits marfu’ disebutkan, “Wahai Abu
Hurairah, pelajarilah ilmu faroidh (ilmu waris) dan ajarkanlah karena ilmu
tersebut adalah separuh ilmu dan saat ini telah dilupakan. Ilmu warislah yang
akan terangkat pertama kali dari umatku.”
(HR. Ibnu Majah, Ad Daruquthni, Al Hakim, Al Baihaqi. Namun sudah menunjukkan
kemuliaan ilmu waris karena Allah Ta’ala telah merinci dalam Al Qur’an mengenai hitungan
warisan. Dan Allah yang memberikan hukum seadil-adilnya. Beda dengan anggapan
sebagian orang yang menganggap hukum Allah itu tidak adil karena suuzhonnya
pada Sang Kholiq.
B.
Rumusan Masalah
1.
Siapa saja yang menjadi ahli waris?
2.
Bagaimana ketentuan pembagian
warisan kepada ahli waris ?
3.
Siapa saja ahli waris yang
mendapatkan harta peninggalan setelah furudhul muqoddaroh ?
4.
Apa itu hijab dan bagaimana
penjelasannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ahli Waris
Ahli
waris adalah orang-orang yang berhak mendapat bagian warisan dari orang yang
meninggal dunia. Secara keseluruhan ahli waris ada 25 orang, terdiri atas 15
orang laki-laki dan 10 orang perempuan dengan rincian sebagai berikut :
1.
Ahli waris laki-laki
Kelompok
ahli waris laki-laki yaitu :
a.
anak laki-laki dari yang meninggal
dunia,
b.
cucu laki-laki dari anak laki-laki
dan seterusnya ke bawah,
c.
ayah dari anak yang meninggal,
d.
kakek dan seterusnya ke atas,
e.
saudara laki-laki kandung,
f.
saudara laki-laki se-ayah,
g.
saudara laki-laki se-ibu,
h.
anak laki-laki dari saudara
laki-laki se-ayah dan se-ibu,
i.
anak laki-laki dari saudara
laki-laki ayah,
j.
paman sekandung,
k.
paman
se-ayah,
l.
anak
laki-laki paman sekandung,
m.
anak laki-laki paman se-ayah,
n.
suami,
o.
orang laki-laki yang memerdekakan
yang meninggal dunia.
Bila ahli
waris tersebut semuanya masih ada, yang mendapat bagian harta waris hanya tiga
orang, yaitu anak laki-laki, suami, dan ayah.
2.
Ahli waris perempuan
Kelompok
ahli waris perempuan yaitu :
a.
anak perempuan,
b.
cucu perempuan dari anak laki-laki
dan seterusnya ke bawah,
c.
ibu,
d.
nenek dari ayah dan seterusnya ke
atas,
e.
nenek dari ibu dan seterusnya ke
atas,
f.
saudara perempuan sekandung,
g.
saudara perempuan se-ayah,
h.
saudara perempuan se-ibu,
i.
istri,
j.
perempuan yang memerdekakanyang
meninggal.
Jika
ahli waris yang perempuan ada semua maka yang berhak menerima harta waris
adalah : anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki jika anak perempuan
hanya seorang, ibu, istri, saudara perempuan sekandung atau se-bapak saja.
Jika
ahli waris laki-laki dan perempuan ada semuanya maka yang berhak menerima harta
waris ialah bapak, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, suami dan istri.
ÉA%y`Ìh=Ïj9
Ò=ÅÁtR $£JÏiB
x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# tbqç/tø%F{$#ur
Ïä!$|¡ÏiY=Ï9ur
Ò=ÅÁtR $£JÏiB
x8ts? Èb#t$Î!ºuqø9$# cqç/tø%F{$#ur
$£JÏB
¨@s% çm÷ZÏB
÷rr& uèYx.
4 $Y7ÅÁtR $ZÊrãøÿ¨B ÇÐÈ
Artinya:
bagi orang
laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan
bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan
B.
Furudhul Muqoddaroh
Seperti yang telah kita ketahui
“al-furudh” yaitu jama taksir dari
kata “al-fardhu” yang artinya
kewajiban, sedangkan “Furudhul Muqoddaroh”
yaitu istilah dalam ilmu waris yang artinya ketentuan-ketentuan, seperti anak
mendapat 1/2 , bapak mendapat 1/6 dan seterusnya. Ketentuan bagian
masing-masing:
Firman Allah SWT dalam Q.S
An-Nisa : 11 yang berbunyi :
ÞOä3Ϲqã ª!$# þÎû öNà2Ï»s9÷rr& ( Ìx.©%#Ï9
ã@÷VÏB Åeáym Èû÷üusVRW{$# 4 bÎ*sù £`ä. [ä!$|¡ÎS s-öqsù
Èû÷ütGt^øO$# £`ßgn=sù $sVè=èO $tB
x8ts? ( bÎ)ur ôMtR%x. ZoyÏmºur
$ygn=sù ß#óÁÏiZ9$# 4 Ïm÷uqt/L{ur
Èe@ä3Ï9 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB â¨ß¡9$#
$£JÏB
x8ts? bÎ)
tb%x.
¼çms9
Ó$s!ur 4 bÎ*sù óO©9 `ä3t ¼ã&©! Ó$s!ur
ÿ¼çmrOÍurur çn#uqt/r&
ÏmÏiBT|sù ß]è=W9$#
4 bÎ*sù tb%x. ÿ¼ã&s!
×ouq÷zÎ)
ÏmÏiBT|sù â¨ß¡9$#
4 .`ÏB Ï÷èt/
7p§Ï¹ur
ÓÅ»qã !$pkÍ5
÷rr& Aûøïy
3 öNä.ät!$t/#uä öNä.ät!$oYö/r&ur w tbrâôs?
öNßgr&
Ü>tø%r&
ö/ä3s9 $YèøÿtR 4 ZpÒÌsù
ÆÏiB
«!$# 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇÊÊÈ
Artinya :
Allah
mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu :
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan[1];
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[2],
Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan
itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang
ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak
dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika
yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S An-Nisa : 11)
1.
Bagian
½ . Yang berhak mendapatkan bagian An-Nishfu (1/2) serta syarat-syaratnya ada 5
orang, yaitu :
a.
Suami
jika istrinya yang meninggal dunia tidak mempunyai anak laki-laki, atau tidak
mempunyai cucu dari anak laki-laki (cucu laki-laki atau cucu perempuan).
b.
Anak perempuan jika tidak ada saudara laki-laki, atau tidak ada satu saudara
perempuan atau lebih. Ia mendapatkan warisan setengah dari harta warisan jika
tidak ada orang-orang tersebut. Firman Allah swt. :
c.
Cucu perempuan dari anak laki-laki jika sendirian, maksudnya tidak ada cucu
laki-laki dari anak laki-laki.
d.
Saudara perempuan kandung jika sendirian, maksudnya jika tidak ada saudara
laki-laki, atau tidak ada ayah, atau tidak ada anak, atau tidak ada anak dari
anak laki-laki.
e.
Saudara perempuan seayah jika sendirian, maksudnya tidak ada saudara
laki-laki, tidak ada ayah, dan tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki.
2.
Bagian
2/3. Dua pertiga dari warisan bisa diwarisi empat pihak, yaitu :
a.
Dua
anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak laki-laki, maksudnya mereka tidak
mempunyai saudara laki-laki.
b.
Dua
cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih jika tidak ada anak kandung; laki-laki
atau perempuan dan jika tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki yang tidak
lain adalah saudara laki-laki mereka.
c.
Dua
saudara perempuan kandung atau lebih jika tidak ada saudara perempuan seayah,
atau tidak ada anak laki-laki sekandung; laki-laki atau perempuan, dan tidak
ada saudara laki-laki sekandung.
d.
Dua
saudara perempuan seayah atau lebih jika tidak ada pihak-pihak yang disebutkan
di point sebelumnya dan tidak ada saudara laki-laki seayah.
3.
Bagian
1/6. Seperenam diwarisi tujuh pihak, yaitu :
a.
Ibu
jika orang yang meninggal dunia mempunyai anak laki-laki, atau mempunyai cucu
laki-laki, atau mempunyai saudara lebih dari dua; saudara laki-laki, saudara
perempuan, mereka saudara sekandung atau saudara seayah atau saudara seibu, dan
mereka mewarisi atau terhalang oleh pihak lain.
b.
Nenek
jika orang meninggal dunia tidak mempunyai ibu dan ia mewarisinya sendirian.
Jika ada nenek lain yang sederajat dengannya, maka bagiannya diabagi rata
dengannya.
c.
Ayah.
Ia mewarisi seperenam secara mutlah; orang yang meninggal dunia mempunyai anak
atau tidak.
d.
Kakek.
Ia mewarisi seperenam jika tidak ada ayah karena kakek adalah sederajat dengan
ayah.
e.
Saudara
seibu; saudara laki-laki atau saudara perempuan. Ia mewarisi seperenam jika
orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ayah, kakek, anak laki-laki, cucu
dari anak laki-laki; cucu tersebut laki-laki atau perempuan. Ini dengna syarat
saudara laki-laki seibu, atau saudara perempuan seibu tersebut sendirian dalam
arti tidak mempunyai saudara laki-laki seibu yang lain, atau saudara seibu yang
lain.
f.
Cucu
perempuan dari anak laki-laki. Ia mewarisi seperenam jika ia bersama satu cucu
perempuan dari anak laki-laki dan ia tidak mempunyai saudara laki-laki, serta
tidak mempunyai anak laki-laki dari paman dari jalur ayah yang sederajat
dengannya. Berapapun jumlah anak perempuan dari anak laki-laki, mereka tetap
mendapatkan bagian seperenam.
g.
Saudara
perempuan seayah jika ada satu saudara perempuan sekandung, tidak ada saudara
laki-laki seayah, tidak ada ibu, tidak ada kakek, tidak ada anak laki-laki,
tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki.
4.
Bagian
1/3. Bagian sepertiga dari harta warisan bisa diwarisi tiga pihak , yaitu :
a.
Ibu
jika pihak yang meninggal dunia tidak mempunyai cucu dari anak laki-laki; cucu
tersebut laki-laki atau perempuan, jika tidak ada dua saudara atau lebih;
saudara laki-laki, atau saudara perempuan.
b.
Saudara
laki-laki seibu jika jumlah mereka dua atau lebih, dan orang yang meninggal
dunia tidak mempunyai ayah, atau kakek, atau anak laki-laki, atau cucu dari anak
laki-laki; cucu tersebut laki-laki atau perempuan.
c.
Kakek
jika ia bersama saudara-saudara, namun sepertiga sudah cukup baginya jika
jumlah saudara laki-laki lebih dari dua, dan jika jumlah saudara perempuan
lebih dari empat.
Bagian/ketentuan warisan
dalam Q.S An-Nisa : 12 yang berbunyi :
* öNà6s9ur ß#óÁÏR
$tB x8ts?
öNà6ã_ºurør& bÎ)
óO©9 `ä3t £`ßg©9
Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$2 Æßgs9
Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$#
$£JÏB
z`ò2ts?
4 .`ÏB Ï÷èt/
7p§Ï¹ur
úüϹqã
!$ygÎ/ ÷rr& &úøïy
4 Æßgs9ur ßìç/9$#
$£JÏB
óOçFø.ts? bÎ)
öN©9 `à6t öNä3©9
Ós9ur 4 bÎ*sù tb$2 öNà6s9
Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$#
$£JÏB
Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/
7p§Ï¹ur
cqß¹qè?
!$ygÎ/ ÷rr& &ûøïy
3 bÎ)ur c%x. ×@ã_u
ß^uqã »'s#»n=2
Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îr& ÷rr& ×M÷zé&
Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$#
4 bÎ*sù (#þqçR%2
usYò2r&
`ÏB y7Ï9ºs ôMßgsù
âä!%2uà° Îû
Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/
7p§Ï¹ur
4Ó|»qã !$pkÍ5
÷rr& Aûøïy
uöxî 9h!$ÒãB
4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur
íOÎ=tæ ÒOÎ=ym ÇÊËÈ
Artinya:
Dan bagimu (suami-suami)
seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat
harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai
anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[3].
(Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.(QS.An-Nisa : 12)
5.
Bagian
¼. Seperempat dari harta warisan hanya bisa diwarisi dua orang saja, yaitu :
a.
Suami
jika istrinya yang meninggal dunia mempunyai anak laki-laki, atau cucu dari
anak laki-laki (cucu laki-laki atau perempuan).
b.
Istri
jika suaminya yang meninggal dunia tidak mempunyai anak laki-laki dan tidak
mempunyai cucu dari anak laki-laki (cucu laki-laki atau perempuan).
6.
Bagian
1/8. Seperdelapan dari harta warisan bisa diwarisi satu orang saja, yaitu
istri. Jika jumlah istri lebih dari satu, maka seperdelapan tersebut dibagi
rata diantara mereka. Istri mendapatkan bagian seperdelapan jika suaminya yang
men inggal dunia mempunyai anak laki-laki, atau mempunyai cucu dari anak
laki-laki (cucu laki-laki atau perempuan)
C.
Ashobah
‘Ashabah ( اَلْعَصَبَةُ ) adalah bentuk jamak
dari ‘aashib ( عَاصِبٌ
) seperti kata thaalib ( طَالِبٌ ) dan thalabah ( طَلَبَةٌ ), mereka adalah
keturunan laki-laki dari seseorang dan kerabatnya dari jalur ayah.
Dan yang dimaksud di sini adalah orang yang
diberikan kepadanya sisa (tarikah) setelah para ash-haabul furudh (pemilik
bagian pasti) mengambil bagian-bagiannya, apabila tidak tersisa sedikit pun
dari mereka, maka mereka (‘ashabah) tidak mengambil bagian sedikit pun kecuali
jika yang mendapatkan ‘ashabah adalah anak laki-laki (ibn) karena sesungguhnya
ia tidak terhalang dalam keadaan apa pun, karena Rasulullah saw., bersabda :
“Berikan
warisan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan sisanya untuk orang
laki-laki yang paling berhak.”
(Muttafaq Alaih)
‘Ashabah juga berarti orang-orang yang berhak
mendapatkan seluruh tarikah apabila tidak ada seorang pun dari ash-haabul
furudh.
Adapun yang termasuk Ashobah,
antara lain :
1.
Ashabah
Binafsi, mendapat harta warisan tanpa sebab yang lainnya :
a.
Anak
laki-laki
b.
Cucu
laki-laki
c.
Ayah
d.
Kakek
dari pihak ayah
e.
Saudara
laki-laki kandung
f.
Saudara
laki-laki seayah
g.
Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
h.
Anak
laki-laki dari saudara laki-laki seayah
i.
Paman
sekandung
j.
Paman
seayah
k.
Anak
laki-laki paman sekandung
l.
Anak
laki-laki dari paman seayah
m.
Orang
laki-laki yang memerdekakan yang meninggal dunia.
2.
Ashabah
dengan sebab lain :
a.
Anak
perempuan karena ada anak laki-laki.
b.
Cucu
perempuan karena ada cucu laki-laki.
c.
Saudara
perempuan sekandung karena ada saudara laki-laki sekandung.
3.
Ashabah
karena bersama yang lainnya, yaitu saudara perempuan sekandung (seorang atau
lebih) dan saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih) bila bersama.
D.
Hijab
Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh
mawaris, istilah hijab digunakan
untuk menjelaskan ahli waris yang jauh hubungan kerabatnya yang kadang-kadang
atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat. Orang yang
menghalangi disebut hajib, dan orang yang terhalang disebut mahjub. Keadaan
menghalangi disebuthijab.[4]Hijab
dan mahjub dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1. Apabila ada anak
laki-laki, cucu perempuan mahjub. Artinya, terhalang untuk mendapatkan bagian
dari harta warisan.
2. Nenek terhalang
mendapatkan bagian harta warisan karena ada ibu. Demikian pula seorang kakek
terhalang mendapat bagian harta warisan karena adanya ayah.
3. Cucu perempuan
terhalang untuk mendapat bagian dari harta warisan karena adanya cucu
laki-laki.
4. Saudara seibu
terhalang karena :
a. Ada anak laki-laki
maupun anak perempuan,
b. Ada cucu dari anak
laki-laki, baik cucu laki-laki maupun cucu perempuan,
c. Ada ayah atau
kakek.
5. Saudara seayah
terhalang mendapat bagian dari harta warisan karena :
a. Ada ayah,
b. Ada anak laki-laki,
c. Ada cucu laki-laki,
d. Ada saudara
laki-laki seibu dan seayah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Harta warisan adalah harta yang dalam istilah
fara’id dinamakan Tirkah (peninggalan) merupakan sesuatu atau harta kekayaan
oleh yang meninggal, baik berupa uang atau materi lainya yang dibenarkan oleh
syariat islam untuk diwariskan kepada ahli warisnya, keseluruhan ahli waris ada 25 orang, terdiri atas 15 orang laki-laki dan
10 orang perempuan. Dan dalam pelaksanaanya atau apa-apa yang
yang ditinggalkan oleh yang meninggal harus diartikan sedemikian luas sehingga
mencakup hal-hal yang ada pada bagianya. Pentingnya pembagian warisan untuk orang-orang yang ditinggalkan dengan
seadil-adilnya sudah diatur dalam Islam, mencegah terjadinya konflik antar ahli
waris dan menghindari perpecahan ukhuwah persaudaraan antar sesama keluarga
yang masih hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Abu Bakr Jabir Al-Jazair. Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim. Jakarta : Darul Falah. 2003
Prof. Dr. Musthofa Daib Al Bugho, At Tadzhib fii Adillati Matan Al Ghoyah wat
Taqrib (Matan Abi Syuja’), terbitan Darul Musthofa, cetakan ke-11, 1428 H.
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993
[1]Bagian laki-laki dua kali bagian
perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti
kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (Lihat surat An Nisaa ayat 34).
[2]Lebih dari dua Maksudnya : dua atau
lebih sesuai dengan yang diamalkan Nabi.
[3]Memberi mudharat kepada waris itu ialah
tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b.
Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari
sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar