Tuntunan Sholat Tarawih
Bismillah
Shalat
tarawih lebih afdhol dilakukan dua raka’at salam, dua raka’at salam.
Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Shalat malam
adalah dua raka’at dua raka’at.” (HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no.
749). Ulama besar Syafi’iyah, An Nawawi ketika menjelaskan hadits
“shalat sunnah malam dan siang itu dua raka’at, dua raka’at”, beliau
rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud hadits ini adalah bahwa yang
lebih afdhol adalah mengerjakan shalat dengan setiap dua raka’at salam
baik dalam shalat sunnah di malam atau siang hari. Di sini disunnahkan
untuk salam setiap dua raka’at. Namun jika menggabungkan seluruh raka’at
yang ada dengan sekali salam atau mengerjakan shalat sunnah dengan satu
raka’at saja, maka itu dibolehkan menurut kami.” (Al Minhaj Syarh
Shahih Muslim, 6:30)
Para ulama sepakat
tentang disyariatkannya istirahat setiap melaksanakan shalat tarawih
empat raka’at. Inilah yang sudah turun temurun dilakukan oleh para
salaf. Namun tidak mengapa kalau tidak istirahat ketika itu. Dan juga
tidak disyariatkan untuk membaca do’a tertentu ketika istirahat. (Lihat
Al Inshof, 3/117)
Tidak ada riwayat mengenai
bacaan surat tertentu dalam shalat tarawih yang dilakukan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, surat yang dibaca boleh
berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Imam dianjurkan membaca bacaan surat
yang tidak sampai membuat jama’ah bubar meninggalkan shalat. Seandainya
jama’ah senang dengan bacaan surat yang panjang-panjang, maka itu lebih
baik. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1:420).
Menutup Shalat Malam dengan Witir
Shalat
witir adalah shalat yang dilakukan dengan jumlah raka’at ganjil (1, 3,
5, 7 atau 9 raka’at). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اجْعَلُوا
آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرً “Jadikanlah akhir shalat malam
kalian adalah shalat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no.
751). Jika shalat witir dilakukan dengan tiga raka’at, maka dapat
dilakukan dengan dua cara: (1) tiga raka’at, sekali salam [HR. Al
Baihaqi], (2) mengerjakan dua raka’at terlebih dahulu kemudian salam,
lalu ditambah satu raka’at kemudian salam [HR. Ahmad 6:83]. Dituntunkan
pula ketika witir untuk membaca do’a qunut. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz
rahimahullah ditanya, ” Apa hukum membaca do’a qunut setiap malam ketika
(shalat sunnah) witir?” Jawaban beliau rahimahullah, “Tidak masalah
mengenai hal ini. Do’a qunut (witir) adalah sesuatu yang disunnahkan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun biasa membaca qunut tersebut.
Beliau pun pernah mengajari (cucu beliau) Al Hasan beberapa kalimat
qunut untuk shalat witir (Allahummahdiini fiiman hadait, wa’aafini
fiiman ‘afait, watawallanii fiiman tawallait, wabaarik lii fiima
a’thait, waqinii syarrama qadlait, fainnaka taqdhi walaa yuqdho ‘alaik,
wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbana wata’aalait, -pen)
[HR. Abu Daud no. 1425, An Nasai no. 1745, At Tirmidzi no. 464, shahih
kata Syaikh Al Albani]. Ini termasuk hal yang disunnahkan. Jika engkau
merutinkan membacanya setiap malamnya, maka itu tidak mengapa. Begitu
pula jika engkau meninggalkannya suatu waktu sehingga orang-orang tidak
menyangkanya wajib, maka itu juga tidak mengapa. Jika imam meninggalkan
membaca do’a qunut suatu waktu dengan tujuan untuk mengajarkan manusia
bahwa hal ini tidak wajib, maka itu juga tidak mengapa. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika mengajarkan do’a qunut pada cucunya Al Hasan,
beliau tidak mengatakan padanya: “Bacalah do’a qunut tersebut pada
sebagian waktu saja”. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa membaca qunut
witir terus menerus adalah sesuatu yang dibolehkan. (Fatawa Nur ‘alad
Darb, 2:1062).
Setelah witir dituntunkan membaca,
“Subhaanal malikil qudduus”, sebanyak tiga kali dan mengeraskan suara
pada bacaan ketiga (HR. An Nasai no. 1732 dan Ahmad 3/406, shahih
menurut Syaikh Al Albani). Juga bisa membaca bacaan “Allahumma inni
a’udzu bika bi ridhooka min sakhotik wa bi mu’afaatika min ‘uqubatik, wa
a’udzu bika minka laa uh-shi tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘ala
nafsik” [Ya Allah, aku berlindung dengan keridhoan-Mu dari
kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari hukuman-Mu dan aku
berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian
dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjukan
kepada diri-Mu sendiri] (HR. Abu Daud no. 1427, Tirmidzi no. 3566, An
Nasai no. 1100 dan Ibnu Majah no. 1179, shahih kata Syaikh Al Albani).
Salam Setiap Dua Raka’at
Para
pakar fiqih berpendapat bahwa shalat tarawih dilakukan dengan salam
setiap dua raka’at. Karena tarawih termasuk shalat malam. Sedangkan
shalat malam dilakukan dengan dua raka’at salam dan dua raka’at salam.
Dasarnya adalah sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam “Shalat malam
adalah dua raka’at dua raka’at.”[1] [2]
Istrihat Tiap Selesai Empat Raka’at
Para
ulama sepakat tentang disyariatkannya istirahat setiap melaksanakan
shalat tarawih empat raka’at. Inilah yang sudah turun temurun dilakukan
oleh para salaf. Namun tidak mengapa kalau tidak istirahat ketika itu.
Dan juga tidak disyariatkan untuk membaca do’a tertentu ketika melakukan
istirahat. Inilah pendapat yang benar dalam madzhab Hambali.[3]
Dasar
dari hal ini adalah perkataan ‘Aisyah yang menjelaskan tata cara shalat
malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melaksanakan shalat 4 raka’at, maka janganlah tanyakan mengenai
bagus dan panjang raka’atnya. Kemudian beliau melaksanakan shalat 4
raka’at lagi, maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang
raka’atnya.”[4] Yang dimaksud dalam hadits ini adalah shalatnya dua
raka’at salam, dua raka’at salam, namun setiap empat raka’at ada duduk
istrirahat.
Sebagai catatan penting, tidaklah
disyariatkan membaca dzikir-dzikir tertentu atau do’a tertentu ketika
istirahat setiap melakukan empat raka’at shalat tarawih, sebagaimana hal
ini dilakukan sebagian muslimin di tengah-tengah kita yang mungkin saja
belum mengetahui bahwa hal ini tidak ada tuntunannya dalam ajaran
Islam.[5]
Ulama-ulama Hambali mengatakan,
“Tidak mengapa jika istirahat setiap melaksanakan empat raka’at shalat
tarawih ditinggalkan. Dan tidak dianjurkan membaca do’a-do’a tertentu
ketika waktu istirahat tersebut karena tidak adanya dalil yang
menunjukkan hal ini.”[6]
sh Sholaatul Jaami’ah” untuk Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih?
Tidak
ada tuntunan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan Ash Sholaatul
Jaami’ah. Ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Juga
dalam shalat tarawih tidak ada seruan adzan ataupun iqomah untuk
memanggil jama’ah karena adzan dan iqomah hanya ada pada shalat
fardhu.[7]
Surat yang Dibaca Ketika Shalat Tarawih
Tidak
ada riwayat mengenai bacaan surat tertentu dalam shalat tarawih yang
dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, surat yang
dibaca boleh berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Imam dianjurkan membaca
bacaan surat yang tidak sampai membuat jama’ah bubar meninggalkan
shalat. Seandainya jama’ah senang dengan bacaan surat yang
panjang-panjang, maka itu lebih baik berdasarkan riwayat-riwayat yang
telah kami sebutkan.
Ada anjuran dari
sebagian ulama semacam ulama Hanafiyah dan Hambali untuk mengkhatamkan
Al Qur’an di bulan Ramadhan dengan tujuan agar manusia dapat mendengar
seluruh Al Qur’an ketika melaksanakan shalat tarawih.[8]
Mengerjakan Shalat Tarawih Bersama Imam Hingga Imam Selesai Shalat
Sudah
selayaknya bagi makmum untuk menyelesaikan shalat malam hingga imam
selesai. Dan kuranglah tepat jika jama’ah bubar sebelum imam selesai.
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ
لَيْلَةً “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis
untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”[9] Jika imam melaksanakan
shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya ikut
menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.
[1] HR.
Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749. [2] Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah
(2/9640), ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa seandainya seseorang
melaksanakan shalat tarawih empat raka’at dengan sekali salam, shalatnya
tidak sah. Shalatnya batal jika sengaja melakukannya dan mengetahui hal
ini. Jika tidak batal, minimal yang ia kerjakan hanyalah shalat sunnah
mutlak. Bisa seperti ini karena shalat tarawih mirip dengan shalat
fardhu karena sama-sama dilaksanakan secara berjama’ah. Maka seharusnya
tidak diubah sesuai yang diajarkan. Demikian dikatakan dalam Al Mawsu’ah
Al Fiqhiyah. Kami pun menemukan penjelasan yang sama sebagaimana dalam
kitab Kifayatul Akhyar, hal. 138.
Akan tetapi
ada keterangan berbeda dari ulama Syafi’iyah lainnya. Ulama besar
Syafi’iyah, An Nawawi ketika menjelaskan hadits “shalat sunnah malam dan
siang itu dua raka’at, dua raka’at”, beliau rahimahullah mengatakan,
“Yang dimaksud hadits ini adalah bahwa yang lebih afdhol adalah
mengerjakan shalat dengan setiap dua raka’at salam baik dalam shalat
sunnah di malam atau siang hari. Di sini disunnahkan untuk salam setiap
dua raka’at. Namun jika menggabungkan seluruh raka’at yang ada dengan
sekali salam atau mengerjakan shalat sunnah dengan satu raka’at saja,
maka itu dibolehkan menurut kami.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/30)
[3] Lihat Al Inshof, 3/117. [4] HR. Bukhari no. 3569 dan Muslim no.
738. [5] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/420. [6] Lihat Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyyah, 2/9639 [7] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9634 [8] Lihat
Shahih Fiqh Sunnah, 1/420. [9] HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806,
Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Hadits ini shahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar